Yes.. akhirnya aku diterima kerja juga. Setelah melalui pejuangan panjang, mulai masih menjadi mahasiswa hingga lolos dalam seleksi menjadi guru.
Perkenalkan, namaku Dina. Menjadi guru adalah cita-citaku semenjak kecil. Cita-citaku mungkin dipengaruhi karena lingkungan keluargaku yang termasuk keluarga pendidik. Ayahku adalah seorang guru honorer di salahsatu SD swasta ternama di kotaku. Sedangkan ibuku, seorang guru negeri di SLTP tempatku belajar dulu.
Hari pertama aku kerja, aku masih terlihat kaku dalam bersikap. Terkadang, aku tak berani menatap mata siapapun. Teman ataupun orang tua murid. Hanya menunduk malu. Mungkin karena aku anggota keluarga baru di sekolah tempatku mengabdi saat ini.
Awalnya memang aku kurang bisa banyak bergerak dengan leluasa. Layaknya dulu saat kuliah yang diwajibkan pada saat awal belajar praktek mengajar di salah satu sekolah. Teman-teman sesama guru lainnya, yang saya rasakan mereka awalnya masih enggan menyapaku. Mungkin karena aku termasuk yang paling muda di sini. Sehingga harusnya aku yang menyapa mereka terlebih dahulu.
Disini, di sekolahan ini, sekolah tempatku mengabdi saat ini, aku belajar bagaimana menjadi pendidik yang benar-benar mendidik anak. Karena yang aku ajar adalah anak kecil yang baru pertama kali menginjakkan kaki dan merasakan bagaimana suasana sekolahan.
Iya benar. Sekarang aku mengabdi di sekolah tingkat PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), yang katanya banyak orang dibutuhkan kerja ekstra sabar dalam menjalaninya. Ternyata, anggapan tersebut tidak berlaku bagiku.
Terkadang aku iri dengan teman-teman kerjaku. Sesekali aku lihat mereka berbisik dan ikuti canda tawa kecil. Seakan-akan mereka adalah saudara kandung. Disaat yang lain sudah memakai seragam, sedang aku masih memakai baju bebas rapi nan sopan. Seakan menambah kesan bahwa aku bukanlah bagian dari guru yang mengabdi di sekolah ini. Aku hanya anak magang.
Beda dengan temanku, dia termasuk beruntung, meskipun baru 2 bulan kemarin dia diterima di PAUD ini, dia langsung mendapatkan seragam. Ya, karena pihak pihak sekolah akan ada akreditasi, sehingga semua harus tampak sempurna. Bahkan, seragampun harus sempurna.
Meskipun sudah 5 tahun mengabdi, namun perasaan bimbang muncul selalu muncul, tatkala awal bulan depan aku mendapatkan gaji honor yang tidak seberapa besarnya. Hanya cukup sebagai pengganti uang bensin. Kadang, penerimaan gaji hanya 3 bulan sekali alias di rapel.
Dalam batin kecilku, apakah seperti ini terus nanti kehidupanku kedepan? Semoga saja perasaan ini hanya sementara, bukan selamanya.
Aku Dina. Guru PAUD di salah satu kota kecil di negeri ini. Di negeri yang “katanya” menjamin pendidikan setiap warganya.
Kudus, 2015.09.22