Misteri Pasca Car Free Day (CFD)

“Mil, pergi nyok!” ajak Doni. Teman senasib dan perjuanganku. Kemana? Tanyaku balik. Namun, Doni hanya menunjuk ke belakangku. Tanpa sepatah kata pun ia langsung menarik paksa aku untuk mengikutinya.

Aku hanya pasrah, bagaimana tidak. Setelah sepagian ini kami jalan kaki mengikuti CFD (car free day), menyusuri jalan sepanjang alun-alun di sebuah kota kecil ujung utara pulau Jawa.

Kudus. Kota yang ramah. Banyak sekolah, pesantren, dan perusahaan besar nasional tertancap kokoh disini. Kota yang dilindungi oleh pasak bumi, Dilindungi Gunung Muria yang berada tepat di sisi utara. Membuat air maupun angin tampak bersahabat dengan orang yang tinggal di kota Santri ini.

Tapi entah mengapa siang ini, Kudus seakan tiada bersahabat denganku. Udara sejuk tak mau menyapaku lagi. Sudah 2 hari ini, perasaan gerah datang menghampiriku.

Doni yang dari tadi sudah menarik paksa diriku, menyusuri trotoar yang masih belum selesei dibangun oleh pemerintahnya. Membuatku terpaksa harus berjalan memutar agar tidak mengganggu pembangunannya.

“Panas Don!” teriakku sambil mencoba melepas genggaman tangannya. “Sudahlah, ayow cepat!” Hanya itu jawabnya, dan Doni pun kembali menarik tanganku yang masih terbungkus keringat.

“Nah, kita ngadem dulu disini, Mil. Nanti kalau sudah selesai, baru deh kita pulang.” Baru saja mau aku tanggapi omongannya. Eh… Dia udah ngomong lagi. “Bang, es kelapa muda dua ya! Jangan lupa tambahin sirupnya, biar tambah manis”.

Iya, beginilah persahabatan kami, meski kami jomblo dan sejenis, namun kami bukanlah pelaku LGBT. LGBT, kami tolak, kami lawan.

Tak terasa masing-masing dari kami habis 2 gelas es kelapa muda. Udara yang begitu gerah memaksa kami untuk ‘rakus’ kelapa muda Pak Paidi, orangnya selalu suka jualan memakai kopyah hitam.

Entah apa maksud Pak Paidi, ia selalu memakainya? Sampai tengah malam ini, misteri belum terpecahkan kawan. Mengapa Pak Paidi selalu memakai kopyah warna hitam? Lain waktu harus ketemu.

Dan tentu saja, kalo sudah ketemu, harus segera traktir saya dulu untuk minum di warungnya pak Paidi. Agar bisa memecahkan misteri tersebut.

(Kudus, 2016.03.27)