Kasus KPK dan Polri, Pengalihan Isu Renegosiasi Freeport?

Ada yang beda dengan perasaanku hari ini. Entah karena sudah gajian atau memang karena tadi sore aku bertemu teman lama secara tidak sengaja.

Pertemuan tak disengaja tersebut terjadi, saat aku pergi keluar kota dan berhenti di salah satu perempatan jalan karena warna lampu traffic light sudah berganti merah.

Akhirnya, kami pun memutuskan menepi dan ngobrol sejenak di warteg pinggir jalan tak jauh dari lampu bangjo. Teman yang lama sudah tidak berjumpa, sebut saja Tejo (bukan nama sebenarnya, dan bukan Menkopolhukam). Dulu, aku ketemu Tejo hanya saat ada kegiatan di jalanan.

Pernah sekali kami nongkrong di pusat kota hingga larut malam sembari menghabiskan pesanan segelas kopi panas.

Meski terlihat raut muka Sang Penjual Kopi terkesan datar. Kami menyadari hal itu, karena kami lebih banyak ngobrolnya daripada menghabiskan dagangannya. Hahaha… Namun, kami seakan tak mengindahkannya. Seolah-olah wajah Sang Penjual Kopi memang naturalnya seperti itu.

Kembali ke warteg di pinggir jalan. Saat kami ngobrol ngalor-ngidul (kesana kemari, tanpa arah dan tujuan), entah kenapa topik pembicaraan beralih ke masalah KPK dan Polri. Waduh, kog ke masalah KPK dan Polri. Topik tersebut memang sangat-sangat ingin aku hindari.

Kalau bisa, bicara topik lainnya saja dech. Bisa tentang kabar anak-anak jalanan yang dulu pernah diupayakan sekolahnya. Sudah jadi apa mereka sekarang. Tapi mau tidak mau aku harus mendengarkannya untuk menunjukkan tenggang rasa kepada sobat lama.

Pengalihan Isu

Secara umum, pembicaraan masalah KPK dan Polri hampir sama dengan apa yang pernah aku tulis dengan judul “Saat KPK dan Polri di Warung Kopi”. Dalam obrolan tersebut ada sedikit yang menarik perhatianku. Yaitu tentang pengalihan isu renegosiasi Freeport. Begitu kira-kira intinya.

Sudah saatnya kita tidak membahas masalah KPK dan Polri, biarkan mereka semua berjalan dan berproses sesuai hukum yang ada dan berlaku.

“Gila, ternyata kita dikibulin. KPK VS Polri hanya pengalihan isu. Rakyat diramaikan dengan perseteruan KPK-Polri, sedang pemerintah melakukan renegosiasi dengan Freeport”, kata-katanya yang penuh bersemangat keluar dari mulutnya. Persis seperti dulu saat menyuarakan aspirasinya di depan gedung DPRD.

“Bisa dibayangkan, bagaimana ramainya republik ini, jika ternyata isu renegosiasi Freeport banyak diberitakan di media. Menjadi Headline beberapa media massa. Bisa dipastikan akan melebihi isu perseteruan KPK-Polri”, imbuhnya. Aku pun mampu dibuatnya mendengarkan.

“Masak iya sih, hebohnya bisa melebihi KPK-Polri”, pikirku. Tapi memang sih, Freeport sudah lama bercokol di Indonesia, namun kontribusinya belum bisa begitu nyata dirasakan rakyat Indonesia. Khususnya di tanah Papua.

Dibalik Freeport

Meskipun diperdebatkan banyak pihak, bahkan pernah disebut-sebut ada konspirasi antara John F Kennedy, Sukarno, Suharto dan Freeport. Semoga saja PT Freeport Indonesia benar-benar tulus untuk ikut membangun Indonesia, khususnya warga Papua. Tidak hanya sebatas pada program CSR (Corporte Social Responsibility).

Sebenarnya, sembari ngobrol aku ingin berselancar di telepon pintarku agar tak mati gaya dan mampu mengimbangi topik pembicaraanya. Namun, seperti biasa. Daya kritisku memang banyak berkurang setelah 3 tahunan ini.

Sebenarnya, aku lebih bersikap acuh tak acuh dalam panggung politik di daerah apalagi tingkat nasional. Selama ini, aku fokus membangun perbaikan sikap dan mindset.  Aku ingin menjadi manusia biasa, yang hidup tenang di alam desa. Istilah orang jawa: bertapa.

Entah benar atau tidak pengalihan isu tersebut, biarlah waktu yang menjawabnya. Kalau masih kurang puas dengan jawabannya, silakan tanya saja pada rumput yang bergoyang.

Kudus, 2015.01.28