Kartu Member Hilang, Keanggotaan pun Melayang

Saya bukanlah orang yang pandai dalam olahraga renang. Namun saya menyukai olahraga renang semenjak masih duduk dibangku SLTP.

Maka tatkala aku pergi berenang di salahsatu waterboom dan pusat rekreasi keluarga di kotaku, aku memutuskan langsung bergabung menjadi member (anggota) disana. Tak lain karena jarak lokasi yang relatif dekat dengan rumah maupun tempat kerjaku.

Namun sore itu beda, karena kartu member yang telah aku buat sebelumnya hilang entah dimana. Hilang karena keteledoranku atau memang diambil salah satu petugas tiket untuk barter saat menyerahkan tiket masuk kepadaku.

Akhirnya aku memutuskan bertanya keesokan harinya kepada salahsatu petugas.

“Mas, saya sudah ikut member disini dan kartu saya hilang atau memang masih tertinggal disini ya mas? Ini KTP saya”, tanyaku sekaligus menyodorkan e-KTP ku.

Petugasnya yang masih muda nan rupawan itu akhirnya menjawab setelah ia mencari tumpukan kartu anggota lainnya yang nampaknya juga tertinggal (atau mungkin diminta oleh petugas) saat barter menyerahkan tiket masuk.

“Maaf pak, kartunya tidak ada”, jawabnya sambil menyerahkan kembali e-KTP ku.

“Lha terus, saya harus bagaimana mas, agar supaya saya mempunyai kartu lagi?” tanyaku.

“Ya, Bapak harus buat lagi kartunya. Caranya sama saat Bapak melakukan pendaftaran pertama kali. Termasuk biayanya juga sama pak. Sama saat mendaftar pertama kali”, jelasnya untuk lebih meyakinkanku dengan mengulang beberapa kata yang dianggap penting.

Makjleb, bagaikan ada angin topan yang berputar dibelakang saya, ada perasaan tidak beres disini. Masak sih untuk mengganti kartu yang hilang harus mendaftar anggota baru lagi, dari awal. Syarat dan biaya yang disamakan dengan anggota baru.

“Tempat sebesar dan seluas ini ternyata manajemennya masih perlu ditata dan dibenahi”, pikirku.

Bukankah keanggotaan tergantung pada masa aktif anggotanya. Bukan pada keberadaan kartu membernya?

Mungkin lain ladang lain belalang (prasangka baikku pun muncul untuk menenangkan pikiranku yang sempat kaget mendengar penjelasan dari petugas tersebut).

Berbeda saat saya dulu masih aktif dalam keanggotaan fitnes. Saat kartu saya hilang, seketika itu pula kartu anggota yang hilang diganti dengan kartu yang baru. Dan tentunya masa aktif masih sama, tanpa ada penambahan ataupun pengurangan.

Meskipun saya harus merogoh kocek sebesar Rp. 5.000,- untuk mengganti biaya pembuatan kartu (menurut saya sebenarnya sih, denda. Agar supaya member tidak semudah itu menghilangkan kartu anggotanya).

Prosesnya cepat, dan tidak berbelit dan yang pasti tidak perlu mendaftar sebagai anggota baru lagi. Saat itu, sebagai konsumen, saya berfikir yang penting bisa segera masuk dan fitness.

Akibatnya, meskipun sekarang saya sudah tidak aktif fitnes lagi, saya masih ber say hello dengan para karyawannya. Jika bertemu dengan kawan-kawan saya lainnya yang tertarik untuk fitnes, saya mempromosikan tempat tersebut kepada teman-teman saya.

Pihak manajemen waterboom tersebut mungkin belum berfikir ke arah sana. Efek dari viral promotion (getok tular) yang saya lakukan kepada teman-teman saya. Hal itu pun berlaku juga untuk anggota maupun pelanggan lainnya.

Sebenarnya pembenahan manajemen khususnya untuk perlakuan kepada anggota menjadi prioritas utama. Karena anggota adalah pelanggan utama pada segala jenis bisnis.

Orientasi Bisnis kepada Pelanggan bukannya Produk

Saya masih ingat pesan teman saya, Jonan bahwa bisnis yang dapat bertahan adalah bisnis yang berorientasi pada pelanggan, bukan berorientasi pada produk. Apabila perusahaan sudah berorientasi pada pelanggan, maka otomatis produk akan mengikuti dengan sendirinya.

Seperti itulah yang dilakukan Jonan dalam melakukan pembenahan kereta api yang ada di Indonesia pada saat masih dalam kepemimpinannya. Maka sekarang, kita bisa merasakan bagaimana perbedaan naik kereta api sekarang dengan sebelumnya (sebelum di pimpin Jonan).

Kalau bahasa mudahnya, walaupun produknya oke, namun pelayanan kepada pelanggan noway. Maka bisa dipastikan pelanggan akan lebih memilih tempat yang pelayanannya oke, meskipun produknya belum mumpuni.

Toh, dengan beriringnya waktu berputar, kualitas produk dapat ditingkatkan secara perlahan-lahan.

“Lebih mudah membenahi produk, daripada membenahi pelanggan”.

Apabila pihak manajemen waterboom tersebut tidak melakukan pembenahan, maka tidak mungkin tidak satu persatu anggotanya akan mulai melirik waterboom-waterboom lainnya. Tempat yang lebih mengutamakan pelayanan kepada pelanggan.

Disaat tempat lain sedang giat-giatnya membangun dan berbenah serta berusaha menggaet pelanggan baru, namun justru manajemen waterboom tersebut sudah ber-jumawa diri karena pencapaiannya sampai saat ini, tanpa memperhitungkan keberlangsungan anggota-anggotanya ke depan. Lambat laun akan ditinggalkan pelanggannya.

Saya merasa “eman-eman”, tempat yang telah dibangun menghabiskan biaya yang tidak sedikit pada nantinya akan meninggalkan kenangan kurang menyenangkan kepada orang yang pernah menjadi anggotanya.

Sebenarnya, saya tidak ada masalah dengan biaya yang harus saya keluarkan untuk mendaftar lagi sebagai anggota baru. Dimana saat mendaftar anggota baru diharuskan membayar sebesar Rp. 60.000,-.

Saya pun mampu jika harus mengganti biaya kartu andaikata kartu saya hilang sebanyak 10 atau 20 kali . Namun, disisi lain saya merasa ada hak anggota yang hilang atau dilanggar.

Kedepan saya masih akan tetap berenang ke waterboom tersebut. Namun, perasaan saya pada tempat tersebut sudah berbeda sebelum ada kejadian hilangnya kartu. Ibarat papan yang pernah tertancap paku, meskipun pakunya sudah diambil, akan tetapi masih menyisakan bekas tancapan paku di papan. Ini bukan berarti saya masih menyimpan rasa dendam.

Dan yang pasti, saya menulis ini bukan karena saya merasa benar sendiri. Bukan pula untuk mendiskritkan atau memojokkan manajemen waterboom tersebut. Tulisan ini sebagai ungkapan rasa sayang saya kepada pengelola waterboom.

Harapannya agar manajemen dapat dibenahi dan lebih baik ke depannya, sehingga orientasi bisnisnya dapat beralih ke orientasi pelanggan.

***

Akhirnya, saya pun berpamitan kepada mas yang menjaga tiket untuk segera meninggalkan lokasi dengan ekspresi wajah yang datar. Niat untuk renang sore itu pun akhirnya saya urungkan.

“Maaf mas, kalau begini caranya. Saya tidak bisa berenang hari ini” pamitku sebagai bentuk protes.

“Maaf pak, tapi memang seperti itu aturannya”, jawabnya sembari meminta maaf.

“Tempat ini perlu dibenahi!”, imbuhku dengan nada sedikit tinggi, sembari ngeloyor jalan pulang.

Sesampainya diparkiran, petugas parkir pun menyambut saya.

“Kog cepat pak?”, tanya karena keheranannya.

Tanpa ada sepatah kata ataupun suara yang keluar dari mulut saya, selain kartu parkir saya serahkan kepadanya.

Dan akhirnya brum…. brum…
Bak anak muda yang ikut konvoi dengan knalpot motor dilepas. Sesekali roda motor bagian depan diangkat.

Kudus, 2015.05.16