Emak, Emang Enak Nunggu Kereta Sambil Berdiri

Kereta besi yang mengantar saya Jakarta ke Semarang kemarin (Minggu, 23/11/2014), sudah banyak perubahan sejak di pimpin oleh Jonan. Mulai dari hal yang remeh temeh sampai pada pelayanan maupun kenyamanannya.

Kog remeh temeh?? Yups..  Sekarang sudah ada colokan buat charger hp.

Bayangkan saja, baru asik-asiknya browsing buka Kompasiana, terus lowbat. Atau sedang asyik2nya selfie di dalam kereta, terus lowbat. Atau sedang asyik-asyiknya games, terus lowbat. Mau gimana coba? Untung Jonan sudah mengantisipasinya

Dari pelayanan dan kenyamanannya pun relatif lebih mudah. Seperti, pembelian tiketnya pun begitu mudah, bisa di stasiun maupun secara online. Tinggal beli di minimarket atau tempat yang bertanda khusus. Simpan struk pembelian (karena di dalamnya ada kode booking).

Nanti di stasiun, tinggal cetak tiket melalui Tiket Mandiri (Self Printing Ticket). Kalau kesulitan jangan sungkan minta tolong petugas, dengan senang hati mereka akan bersedia membantu. (Kalau tidak mau bantu, catet name tag-nya. Lapor ke Jonan.. hehe.. pake acara ngancem segala).

Setelah tiket tercetak, tinggal masuk ke ruang tunggu. Jangan lupa, siapkan tiket dan KTP untuk dicek keabsahannya dan dikasih cap itu karcis oleh petugas. Selama di ruang tunggu, sesegera mungkin cari tempat duduk yang teduh.

Ini sekedar saran aja untuk penerus Jonan, Dirut KAI yang baru (Edi Sukmoro). Ditinggal Jonan, bukan berarti KA sudah baik. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Misalnya penambahan tempat duduk, masih relatif banyak penumpang yang tidak kebagian tempat duduk. Sehingga mereka pun masih ada yang berdiri maupun duduk di lantai sambil menunggu datangnya kereta.

Iseng-iseng saja, saya bertanya ke salah satu penumpang untuk memastikan alasannya berdiri menunggu kereta datang. Mas Bayot, penumpang asal Pemalang yang berkunjung ke rumah saudaranya di Jakarta. “Tidak kebagian tempat duduk, Mas”, jawabnya sembari memperhatikan buah hatinya yang berumur 7 bulan.

Ia pun mengaku baru kali pertama ini naik kereta, sehingga saat saya minta untuk membandingkan kereta api dulu dan sekarang, ia pun geleng kepala. Kami ngobrol ngalor-ngidul tanpa arah pembicaraan yang pasti. Dalam hati, saya kasihan melihat istrinya yang berdiri sambil menggendong anaknya.

Setelah kereta datang, naiklah dengan tertib, tidak usah berjejal. Kereta api tidak akan meluncur jika masih ada penumpang yang bergelayutan di pintu. Yang pasti, lihat terlebih dahulu di tiket nanti duduk di gerbong mana, tempat duduk nomor berapa? Sehingga nantinya tidak diusir pemilik kursi yang sah.

Jangan lupa siapkan juga tiket-nya, agar nanti saat diminta petugas untuk dilubangi tidak kebingungan mencari tiket, oh tiket.. dimanakah dirimu.

Well… Meskipun begitu, saya masih salut sama Jonan dengan Evolusi Kereta Api di Indonesia. Bukan karena memang kami berteman, tapi kinerjanya memang layak diacungi 4 jempol.

***


Selfi dulu

***

Jakarta, 2014.11.24