Magelang: Kota Sejuta Bunga, Sejuta Kenangan

Dalam hati kecilku berkata, Magelang sekarang kog slogannya Kota Sejuta Bunga ya?

Karena seingatku dulu slogan Magelang adalah Kota Gemilang. Disaat aku masih singgah di Magelang sekitar tahun 2008. Hanya dengan modal nekat aku terdampar di Magelang.

Aku tidak tahu sejak kapan Magelang berubah slogannya.

Apa baru kali ini aku baru benar-benar memperhatikannya? Atau mungkin karena selama perjalanan dari Kudus ke Jogja, pandangan dan pikiranku selalu tertuju pada bisnis yang akan aku urus.

Selama 1,5 tahun di kota inilah pola pikirku ditempa dan pengalaman hidupku berasal. Kota yang menjadi titik balik kehidupanku.

Aku benar-benar merasakan arti hidup dalam kehidupan. Pahit getirnya kehidupan aku rasakan disini. Mungkin karena itu, aku memiliki banyak teman yang sudah seperti keluarga sendiri. Mulai dari pengamen jalanan sampai bos distributor.

Tanpa uang, di Magelang aku tidak akan takut kelaparan maupun kedinginan disaat malam datang. Karena aku memiliki banyak teman yang sudah seperti saudara, dan keluarga sendiri.

Setiap kali bepergian melewati Magelang, kenangan ku selalu teringat pengalaman tempo doeloe. Pengalaman ku bersama si Ipul.

Saat melintasi jalan di Magelang, selalu terlintas dalam benakku, di jalan ini aku dulu pernah ngobrol sama si A. Di toko ini, aku dulu pernah bantu-bantu angkat kayu, angkat kaca.

Atau, saat melintasi sebuah tempat, terbesit dalam batinku, bahwa aku dulu pernah meringkuk disini selama 3 malam. Di Masjid sini aku pun pernah bantu pak takmir ngebersihin masjidnya.

Padahal setahun sebelumnya, tepat tahun 2007, aku ke Borobudur sebagai wisatawan domestik. Sebagai seorang yang baru belajar bahasa Inggris dan ujian kelulusannya ditentukan dari hasil praktek ngobrol dengan turis secara fasih disana. Masuk Borobudur pun harus bayar dan masuk pintu depan.

Tapi sejak tahun 2008, sejak bersama si Ipul, kalau mau ke Borobudur, aku pun tahu lewat mana agar supaya bisa masuk kesana tanpa bayar, tanpa antri. Bahkan, jalan lewat tikus pun aku ngerti.

Bersama si Ipul pula, aku pernah nggembel disini. Dan dari si Ipul lah aku belajar menghargai seorang maupun karya seniman. Aku pun mulai diajari bagaimana bermain gitar.

Karena sebelumnya aku pernah bisa memainkan organ tunggal, maka aku minta di antar Ipul untuk beli harmonika di salah satu kios yang ada di pasar Muntilan.

Pikirku, karena aku pernah bisa bermain organ tunggal, maka aku akan lebih cepat menguasai harmonika dibanding belajar gitar.

Harmonika yang kudapat dari toko musik sekaligus toko olahraga ini seharga 50.000. Berwarna hitam, ada gambar burung seperti logo twitter.

Lagu Tinggal Kenangan (Gabby) adalah lagu pertama yang saya, Ipul dan bersama teman-teman lain nyanyikan dengan diiringi beberapa alat musik. Ada gitar, kendang maupun seruling dan harmonika.

Masih ingatkah engkau, saat dulu kita belajar bermain musik sampai tengah malam. Tiba-tiba sebongkah batu yang lumayan besar terbang melayang menghantam kaca rumah yang kita jadikan markas. Sejurus itu pula kita semua lari kalang kabut.

Tapi sekarang, aku tidak tahu bagaimana kabar si Ipul. Aku SMS tidak dijawab, aku telepon, tidak aktif. Ada yang mengatakan, Ipul sudah beristri dengan gadis impiannya. Gadis yang dulu selalu diceritakannya kepadaku.

“Sekarang Ipul sudah di Kalimantan, Mas. Jadi kuli karet”, balas sms temenku yang sesekali sms denganku. Caplin namanya.

Setiap kali aku berhenti di perempatan di kota Magelang ini, aku selalu melihat dan memperhatikan pengamen jalanan itu. Sesekali bayangan Ipul nampak dihadapanku. Saat itu juga aku berharap dapat bertemu dengan Ipul.

Kalau ketemu, akan ku ajak makan Kupat Tahu sepuasnya,

Pul. Pernah suatu ketika, dengan mobil Rush kesayanganku, aku sengaja berhenti dan makan Kupat Tahu dimana dulu aku dan Ipul pernah ngamen disana.

Keadaannya tak jauh beda. Warna cat warungnya masih sama, hijau. Teh botol pun masih tertata rapi di depan meja. Posisi tempat duduknya masih sama, dan yang pasti pelanggannya masih ramai.

“Bu, Kupat Tahu satu ya, sekalian es teh manisnya” pesenku. Sekira aku makan 2-3 sendok, terdengar suara merdu nyanyian dan alunan musik dari anak-anak pengamen. Alamak… kenangan bersama Ipul muncul lagi.

Sekarang, ingin ku bagi enaknya naik mobil Rush ini bersamamu, Pul.

Bagaimana kabarmu di Kalimantan sana, Kawan? Semoga engkau bahagia bersama gadis pilihanmu dan menikmati jalan hidup yang engkau pilih.

Jangan lupa, jika balik ke Magelang, sms aku ya… Akan aku telpon balik dan ku jemput engkau. Akan ku ajak nostalgia, seraya mengenang masa-masa lalu yang kelam.

Kalau perlu, akan aku ajak kamu ngamen bareng lagi. Di perempatan jalan borobudur, jalan yang tidak seperti dulu lagi. Di Kota Magelang ini, Kota Sejuta Bunga, Sejuta Kenangan.

Magelang, 2014.11.07