JUJUR, awalnya saya kesulitan untuk menulis. Meskipun umur masih muda, hehe… Saya butuh waktu berjam-jam untuk mulai menulis dan menyelesaikannya. Itupun jika sudah memiliki ide, bagaimana jika belum punya ide ya. Bisa seabad mungkin baru jadi satu tulisan. Dan itupun baru satu baris, Pada zaman dahulu kala…..
Saya pun bertanya, kepada salah satunya pada teman yang kebetulan bekerja di salah satu media cetak tentang bagaimana kiat-kiat untuk bisa menulis. Dari hasil wawancara (yang tidak resmi tentunya), banyak jawaban yang saya dapatkan. Sampai-sampai banyak yang tercecer keluar dari ingatan saya.
Tapi yang pasti, yang sampai saat ini masih saya ingat adalah, “Untuk bisa menulis adalah ya segera menulis. Tulis apa saja, jangan takut salah. Nanti, lama-lama tulisanmu akan semakin baik, dan jika tulisanmu ingin dibaca orang lain, maka sering-seringlah membaca tulisan orang lain“.
Kalau saya pikir-pikir emang ada benarnya juga ya. Egois namanya jika hanya ingin tulisan saya dibaca orang lain. Sementara saya sendiri jaim membaca tulisan orang lain. Apakah mungkin hal ini juga berlaku pada kolom komentar ya?
Ternyata, wejangan teman saya tadi cocok buat saya. Mengapa? Karena saya sudah keranjingan dan kecanduan mengunjungi Kompasiana.
Sehingga pada akhirnya saya dapat menuangkan ide dalam bentuk tulisan, meskipun belum bisa satu hari satu tulisan. Dan tulisannya pun masih acakadul, serta belum sebagus milik teman-teman Kompasianer yang lain.
“Ternyata itu ya, resep rahasianya menulis”, pikirku.
Tidak selesai pada jawaban dari teman saya tadi, saya pun menyambangi teman yang bekerja di media cetak lainnya. Pesannya pun cukup singkat, “Tulisan yang baik, adalah tulisan yang enak dibaca. Tidak bikin pusing yang membaca“.
Waduh, makjleb hati saya mendengarnya. Berarti tulisan saya selama ini justru membuat sakit kepala orang yang membacanya ya. Dan kadang-kadang sering membuat mual sakit perut juga ya ternyata. Pukulan telak bagi saya yang masih belajar menulis nih.
Maafkan saya kawan, atas ketidaknyamanan yang selama ini dirasakan.
Namun, terlepas dari itu semua. Sebelum ketakutan saya muncul untuk menggerakkan jari-jari diatas tuts tombol keyboard (karena khawatir apa yang akan saya tulis salah, semakin menyebabkan orang yang sudah sakit perut tambah sakit, dan yang pusing semakin kliyengan), akhirnya saya pun memutuskan harus segera mulai menulis.
Oke, tak apalah. Mumpung semangat menulis masih ada.
Lho, kog sudah dapat banyak paragraf ya, padahal baru akan mulai menulis. Aduh biyung…
Kudus, 2014.12.14